Mengingat masa pacaran adalah hal terindah kalau lagi melamun. Salah satu yang berkesan buat saya adalah perkataan bapak Pendeta pada konseling pra-nikah. Beliau mengatakan bahwa salah satu ujian yang perlu dilewati oleh pasangan yang akan menikah adalah pertengkaran dan bagaimana menyelesaikannya, dan yang terpenting, pasangan tetap bersama setelah itu. Sebab pertengkaran menguji kemampuan berkomunikasi dan pengenalan satu dengan yang lain.
Hal ini jadi seru buat kami karena kami tidak berpengalaman dalam hal bertengkar. Kami sering diskusi dan berdebat, tapi tidak pernah bertengkar. Apakah itu berarti kami belum boleh menikah karena belum melalui ujian penting itu? Masa sih harus cari-cari masalah supaya bertengkar??
Singkat cerita, kami sudah memutuskan untuk menikah. Jadi bagaimana kami berjaga-jaga untuk hal yang belum pernah terjadi itu? Bagaimana jika ternyata ada perbedaan yang sangat signifikan yang tidak mungkin disatukan? Nah ternyata ada gunanya juga selama pacaran kami menyusun sebuah daftar. Bukan daftar masalah lho, tapi sebuah daftar yang memuat semua hal yang akan kami lakukan dalam hidup sekarang dan ke depan. Bahkan sejak hari pertama pacaran!
Kenangan tentang hari itu sangat berkesan. Setelah saya menjawab ya untuk ajakannya menjalin hubungan, dia mengajak saya berdoa meminta pertolongan Tuhan. Malam itu kami makan tahu campur sambil ngobrol. Hihi, gini to rasanya pacaran, canggung deh. Bak anak remaja perasaan saya berbunga-bunga bahagia.
Beberapa menit kemudian bunga-bunga itu ganti jadi garis-garis. Cowok yang baru jadi pacar saya itu mulai membawa pembicaraan ke arah diskusi serius, seperti sedang kuliah! Apa karena kebetulan saya pacaran dengan seorang dosen? Saya ikuti saja waktu dia mulai menggambar sebuah garis, lalu menempatkan titik-titik pada kedua ujungnya. “Ini adalah saat sekarang, saat kita mulai komitmen hubungan kita, dan ini adalah saat kita mati nanti. Kalau tidak ada hal-hal khusus, kira-kira kita akan meninggal sekitar umur 70 atau 80 tahun.” Dueng!! Kok ngomongin soal kematian? Hilanglah bunga-bunga tadi.
Lanjut lagi, di antara dua titik tadi dia buat beberapa titik tambahan. “Kita bagi jadi beberapa fase dalam hidup, nanti kita isi di setiap fase itu dengan apa yang akan kita kerjakan.” Saya mengangguk-angguk menyimak presentasinya. Hahahha! Jadi geli sendiri, dan sampai sekarang pun masih geli juga mengingatnya. Mukanya benar-benar serius waktu itu. Kita mau pacaran atau mau bikin rencana kerja to? Caranya memulai benar-benar mengejutkan!
Salah satu yang telah dia rencanakan dalam fase terdekat adalah tentang studi lanjut. “Aku kepingin kamu pergi sama aku, dan itu bisa dilakukan kalau kamu jadi istriku.” Gubrak! Ini acara pacaran baru saja dimulai sejam yang lalu, sudah mau menjadikan saya istrinya?? Oh, pacaran kok gini ya, tidak seperti yang dengar dari cerita teman-teman atau di film-film. Yang bunga-bunganya banyak dan lama gitu lho...
Saya sampaikan padanya, bahwa saya belum pernah pacaran, jadi enggak tahu apa yang biasanya dilakukan orang pacaran. Dia jawab sambil senyum, “Ya sama aku juga belum pernah.” Haha! Saya semakin tertawa dalam hati. Sepertinya hari-hari ke depan bakal seru bersama orang ini.
Hari yang lain, mulailah kami membuat daftar itu. Daftar yang saya maksudkan tadi yaitu garis besar yang akan kami lakukan dalam hidup sekarang dan ke depan. Kalau Anda ingat pelajaran SD jaman dulu, sebuah negara ada GBHN – Garis Besar Haluan Negara untuk menjaga perjalanan negara itu dalam jangka panjang. Keluarga kami juga akan punya GBHK – Garis Besar Haluan Keluarga untuk menjaga perjalanan keluarga kami tetap 'on the right track'.
Ada 6 aspek yang terpikir saat itu. Bisa berubah, bisa ada penyesuaian dalam perjalanan nanti, tapi inilah keenam wilayah hidup yang akan kami perhatikan:
1. Keluarga
2. Keluarga besar
3. Gereja
4. Pekerjaan
5. Pelayanan
6. Masyarakat
Urutannya tidak harus seperti itu, tidak ada alasan khusus menempatkannya. Yang penting adalah untuk setiap wilayah itu kami menyusun definisi dan tujuan sebagai pagar, barulah setelah itu masuk dalam perencanaan. Di sinilah bagian serunya. Walaupun kami hanya bekerja di atas kertas, ide-ide dan impian masing-masing kami begitu dinamis ketika dipertemukan. “Akan mendidik anak dengan cara begini, pelayanan dengan cara begini, kerja yang begini, dan seterusnya...” Ternyata ada banyak sekali angan-angan yang sudah ada dalam benak kami masing-masing. Dengan perbedaan latar belakang kami berdua, ide kami banyak sekali yang berbeda. Kadang sepakat dan juga tidak. Banyak diskusi, banyak perdebatan.
Semakin banyak kami lakukan itu, semakin kami mengenal satu dengan yang lain. Dan hal yang saya temukan sangat berbeda di antara kami adalah karakteristik dia sebagai pria dan saya sebagai wanita. Dalam banyak hal dia begitu logis dan sistematis, lalu saya memandangnya dengan perasaan dan emosi sehingga itu memicu perbedaan yang seringkali cukup besar. Selain itu, sifat dia yang plegmatis dan saya yang melankolis juga menjadi dasar dari banyak sekali perbedaan pendapat. Hal-hal yang bagi saya penting untuk dibahas dan dilakukan, bisa oleh dia dipangkas seketika karena dianggap tidak perlu, tidak menunjang tujuan hidup, tidak ada dalam perencanaan, atau membuat kita keluar dari jalur. Wuduuuh Tuhan tolong!
Itulah kuncinya, berseru pada Tuhan. Akhirnya muncul juga kesulitan-kesulitan dari daftar itu, sehingga kami tahu di mana letak calon masalah di antara kami dan bagaimana pola kami berdua menyelesaikan masalah. Dan syukurlah pada saat-saat menjelang pernikahan muncul juga alasan untuk kami berbeda pendapat cukup runcing. Sebenarnya hanya masalah penyelenggaraan acara saja, masalah yang sangat teknis tapi itu membuat saya jengkel. Yah, baru tahulah kalau kami ternyata berbeda selera soal acara pernikahan. Enggak penting banget kan? Tapi itu sudah jadi salah satu ujian, hehehe... problem solved!
Soal kerja tadi, ya saya setuju dengannya, kami memang sedang bekerja. Hidup ini perlu dikerjakan, dan untuk setiap pekerjaan perlu ada perencanaan. Siapa bilang kehidupan pernikahan akan berjalan begitu saja tanpa digarap baik-baik?
Ah Rosa pacarannya serius amat, masa isinya diskusi melulu?
Enggak juga. Kami juga melakukan hal-hal umum yang orang lain lakukan. Jalan-jalan, nonton, makan, belanja, olah raga, saling mengunjungi orang tua, ke gereja bareng, pelayanan, dan sebagainya. Kami masih normal kok :)
Hal ini jadi seru buat kami karena kami tidak berpengalaman dalam hal bertengkar. Kami sering diskusi dan berdebat, tapi tidak pernah bertengkar. Apakah itu berarti kami belum boleh menikah karena belum melalui ujian penting itu? Masa sih harus cari-cari masalah supaya bertengkar??
Singkat cerita, kami sudah memutuskan untuk menikah. Jadi bagaimana kami berjaga-jaga untuk hal yang belum pernah terjadi itu? Bagaimana jika ternyata ada perbedaan yang sangat signifikan yang tidak mungkin disatukan? Nah ternyata ada gunanya juga selama pacaran kami menyusun sebuah daftar. Bukan daftar masalah lho, tapi sebuah daftar yang memuat semua hal yang akan kami lakukan dalam hidup sekarang dan ke depan. Bahkan sejak hari pertama pacaran!
Kenangan tentang hari itu sangat berkesan. Setelah saya menjawab ya untuk ajakannya menjalin hubungan, dia mengajak saya berdoa meminta pertolongan Tuhan. Malam itu kami makan tahu campur sambil ngobrol. Hihi, gini to rasanya pacaran, canggung deh. Bak anak remaja perasaan saya berbunga-bunga bahagia.
Beberapa menit kemudian bunga-bunga itu ganti jadi garis-garis. Cowok yang baru jadi pacar saya itu mulai membawa pembicaraan ke arah diskusi serius, seperti sedang kuliah! Apa karena kebetulan saya pacaran dengan seorang dosen? Saya ikuti saja waktu dia mulai menggambar sebuah garis, lalu menempatkan titik-titik pada kedua ujungnya. “Ini adalah saat sekarang, saat kita mulai komitmen hubungan kita, dan ini adalah saat kita mati nanti. Kalau tidak ada hal-hal khusus, kira-kira kita akan meninggal sekitar umur 70 atau 80 tahun.” Dueng!! Kok ngomongin soal kematian? Hilanglah bunga-bunga tadi.
Lanjut lagi, di antara dua titik tadi dia buat beberapa titik tambahan. “Kita bagi jadi beberapa fase dalam hidup, nanti kita isi di setiap fase itu dengan apa yang akan kita kerjakan.” Saya mengangguk-angguk menyimak presentasinya. Hahahha! Jadi geli sendiri, dan sampai sekarang pun masih geli juga mengingatnya. Mukanya benar-benar serius waktu itu. Kita mau pacaran atau mau bikin rencana kerja to? Caranya memulai benar-benar mengejutkan!
Salah satu yang telah dia rencanakan dalam fase terdekat adalah tentang studi lanjut. “Aku kepingin kamu pergi sama aku, dan itu bisa dilakukan kalau kamu jadi istriku.” Gubrak! Ini acara pacaran baru saja dimulai sejam yang lalu, sudah mau menjadikan saya istrinya?? Oh, pacaran kok gini ya, tidak seperti yang dengar dari cerita teman-teman atau di film-film. Yang bunga-bunganya banyak dan lama gitu lho...
Saya sampaikan padanya, bahwa saya belum pernah pacaran, jadi enggak tahu apa yang biasanya dilakukan orang pacaran. Dia jawab sambil senyum, “Ya sama aku juga belum pernah.” Haha! Saya semakin tertawa dalam hati. Sepertinya hari-hari ke depan bakal seru bersama orang ini.
Hari yang lain, mulailah kami membuat daftar itu. Daftar yang saya maksudkan tadi yaitu garis besar yang akan kami lakukan dalam hidup sekarang dan ke depan. Kalau Anda ingat pelajaran SD jaman dulu, sebuah negara ada GBHN – Garis Besar Haluan Negara untuk menjaga perjalanan negara itu dalam jangka panjang. Keluarga kami juga akan punya GBHK – Garis Besar Haluan Keluarga untuk menjaga perjalanan keluarga kami tetap 'on the right track'.
Ada 6 aspek yang terpikir saat itu. Bisa berubah, bisa ada penyesuaian dalam perjalanan nanti, tapi inilah keenam wilayah hidup yang akan kami perhatikan:
1. Keluarga
2. Keluarga besar
3. Gereja
4. Pekerjaan
5. Pelayanan
6. Masyarakat
Urutannya tidak harus seperti itu, tidak ada alasan khusus menempatkannya. Yang penting adalah untuk setiap wilayah itu kami menyusun definisi dan tujuan sebagai pagar, barulah setelah itu masuk dalam perencanaan. Di sinilah bagian serunya. Walaupun kami hanya bekerja di atas kertas, ide-ide dan impian masing-masing kami begitu dinamis ketika dipertemukan. “Akan mendidik anak dengan cara begini, pelayanan dengan cara begini, kerja yang begini, dan seterusnya...” Ternyata ada banyak sekali angan-angan yang sudah ada dalam benak kami masing-masing. Dengan perbedaan latar belakang kami berdua, ide kami banyak sekali yang berbeda. Kadang sepakat dan juga tidak. Banyak diskusi, banyak perdebatan.
Semakin banyak kami lakukan itu, semakin kami mengenal satu dengan yang lain. Dan hal yang saya temukan sangat berbeda di antara kami adalah karakteristik dia sebagai pria dan saya sebagai wanita. Dalam banyak hal dia begitu logis dan sistematis, lalu saya memandangnya dengan perasaan dan emosi sehingga itu memicu perbedaan yang seringkali cukup besar. Selain itu, sifat dia yang plegmatis dan saya yang melankolis juga menjadi dasar dari banyak sekali perbedaan pendapat. Hal-hal yang bagi saya penting untuk dibahas dan dilakukan, bisa oleh dia dipangkas seketika karena dianggap tidak perlu, tidak menunjang tujuan hidup, tidak ada dalam perencanaan, atau membuat kita keluar dari jalur. Wuduuuh Tuhan tolong!
Itulah kuncinya, berseru pada Tuhan. Akhirnya muncul juga kesulitan-kesulitan dari daftar itu, sehingga kami tahu di mana letak calon masalah di antara kami dan bagaimana pola kami berdua menyelesaikan masalah. Dan syukurlah pada saat-saat menjelang pernikahan muncul juga alasan untuk kami berbeda pendapat cukup runcing. Sebenarnya hanya masalah penyelenggaraan acara saja, masalah yang sangat teknis tapi itu membuat saya jengkel. Yah, baru tahulah kalau kami ternyata berbeda selera soal acara pernikahan. Enggak penting banget kan? Tapi itu sudah jadi salah satu ujian, hehehe... problem solved!
Soal kerja tadi, ya saya setuju dengannya, kami memang sedang bekerja. Hidup ini perlu dikerjakan, dan untuk setiap pekerjaan perlu ada perencanaan. Siapa bilang kehidupan pernikahan akan berjalan begitu saja tanpa digarap baik-baik?
Ah Rosa pacarannya serius amat, masa isinya diskusi melulu?
Enggak juga. Kami juga melakukan hal-hal umum yang orang lain lakukan. Jalan-jalan, nonton, makan, belanja, olah raga, saling mengunjungi orang tua, ke gereja bareng, pelayanan, dan sebagainya. Kami masih normal kok :)
wahh., saya juga pernah ikut makan di saat kak Rosa dan mas Halim pacaran..
ReplyDeleteitu termasuk gangguan saat pacaran atau gimana ya?
ehehe..
kapan pulang kak?
berencana menetap di sana kah?
pengen gendong Emma..
*kalau boleh
hihihi... itu termasuk bahan ujian, Rian.
DeleteKami pulangnya nanti pas masuk fase berikutnya :p
Kalau tidak ada perubahan rencana, fase berikutnya akan dilakukan di Indonesia, tepatnya di Surabaya, lebih konkritnya lagi di keputih, lebih spesifik lagi di marina.
Boleh, boleh gendong Emma, lagi butuh baby sitting nih.
Oooo gtu to pacarannya mas halim..mirip kaya rapat alumni dgn bph aja.hahahaha
ReplyDeleteAhaaa.. Robby punya kenangan yg sama rupanya, tapi forumnya beda ya. Yah begitulah :)
Delete