Baru saja hari ini selesai ikut kursus Facing the Speech Anxiety di kampus. Dari judulnya sudah ketahuan, bahwa ini untuk melatih orang berpidato atau presentasi, dan targetnya adalah mahasiswa yang grogi bicara di hadapan umum. Nah pas banget nih, saya suka grogian. Lebih-lebih kalau situasinya formal, dan bahasa asing pula!
Kok, saya mau repot-repot ikut kursus beginian? Kan bisa cari di internet, kenapa harus menyediakan waktu 3 jam setiap senin selama satu bulan, ditambah PR untuk mempersiapkan presentasi di setiap pertemuan. Di tengah berbagai kesibukan, saya tetap datang karena: Saya takut ketemu orang, maka saya harus ketemu orang. Saya takut bicara di antara banyak orang, maka saya harus bicara di antara banyak orang. Saya nggak pede bicara dalam bahasa Inggris, maka saya harus temukan kelompok berbahasa Inggris. Ibaratnya Anda nggak berani makan cabe, maka belilah cabe dan makanlah, jika itu memang diperlukan untuk kelanjutan hidup. Waduh, kok saya seperti pemberani gitu ya, suka menantang? Enggak, itu cuma teorinya. Dalam prakteknya saya gagap. Bahkan bicara dalam bahasa sendiri pun masih gagap.
Ketika seseorang grogi, atau takut, jantung berdetak lebih cepat menyebabkan tekanan darah naik dan kulit berkeringat. Lalu ujung tangan dan kaki menjadi dingin, dan kita pun menyadari bahwa otot-otot lebih sulit dikendalikan. Berdiri mulai tidak tegap, otot lidah juga kelu. Ini adalah grogi level tinggi. Saya nggak sanggup menghadapi situasi seperti itu. Dan ini benar-benar pernah terjadi 2 tahun yang lalu ketika saya presentasi di kelas pedagogi. Siangnya, keluar dari kampus saya nggak bisa jalan ke halte bus. Duduk di rerumputan, saya pun menangis sendirian. Merasa gagal total, Ngapain aku di sini? Mau pamer kebodohan.
Pengalaman-pengalaman buruk seperti ini terkumpul selama hidup saya, dan membuat saya tidak ingin lagi bicara di hadapan orang banyak. Tapi kalau tidak bicara bagaimana? Sejak kecil cita-cita saya kepingin jadi guru. Lha berarti harus bisa bicara di depan kelas dong? Selama ini merasa sukses jadi guru les privat, jadi tidak ingin bergerak dari zona nyaman.
Eh, bukan berarti semua orang harus mahir bicara di depan orang banyak ya. Saya melakukannya karena ya memang butuh buat ngajar. Masa guru nggak berani ngomong? Jika memang itu diperlukan untuk kelanjutan hidup, ya marilah diperjuangkan. Bukan lagi menghindarinya karena ternyata itu akan semakin parah. Ibaratnya Anda grogi naik sepeda, semakin menghindar ya semakin tidak lancar bersepeda.
Salah satu solusi yang ditawarkan dalam kursus ini adalah dengan mengekspos diri kita pada ketakutan itu, secara bertahap. Buat daftar kesulitan atau ketakutan yang menghalangi Anda dari bicara di depan umum, lalu silahkan masuk ke dalam gelanggang. Pertama kita perlu diperhadapkan pada situasi yang paling sesuai dengan level ketegangan kita. Jangan langsung presentasi di hadapan menteri, misalnya begitu. Sama teman-teman sendiri dululah.
Kami diberi skala 0-10 untuk ketegangan, dan disuruh praktek presentasi sederhana selama 5 menit. Setelah itu kita kira-kira sendiri berapa level ketegangan pada saat presentasi. Pengertian skala: 0 berarti tidak tegang sama sekali, Anda sedang tidur. Dan 10 jika Anda sangat takut sampai pingsan. Beberapa teknik untuk mengurangi ketegangan adalah: ambil nafas dan keluarkan dengan rileks. Buang semua pikiran negatif, ganti dengan yang positif. Yakinkan diri bahwa orang yang ada di sana ingin mendengarkan Anda bicara.
Kalau saya sih paling takut dinilai. Apalagi kalau audiencenya adalah orang-orang yang saya anggap lebih tahu hal itu, semakinlah saya menetapkan standar yang tinggi untuk diri sendiri. Saya sudah siapkan bahan yang paling saya kuasai. Tapi begitu berdiri di hadapan mereka, sim salabim, semuanya hilang! Akhirnya saya cuma bisa baca yang ada di slide, itu pun terbata-bata. Lebih dari itu, tidak bisa lagi. Bahkan saya lupa kalimat penyambung dari lembar yang satu ke lembar berikutnya. Saya laporkan, level ketegangan saya sekitar 8. Teman-teman memberi apresiasi yang baik. Semua orang sedang belajar, dan orang belajar boleh melakukan kesalahan.
Dari cerita-cerita sebelumnya, tentang betapa sulitnya saya belajar Bahasa Inggris misalnya, terutama karena tidak berani praktek, karena takut keliru. Tapi karena dipaksa oleh keadaanlah maka saya akhirnya bisa belajar dengan efekif. Setelah 6 bulan tinggal di negara asing, saya memberanikan diri untuk mulai bicara. Memang banyak yang salah, tapi biarlah semua itu sudah berlalu dan sekarang menjadi koleksi cerita lucu.
Pada pertemuan terakhir kursus, saya sampaikan salah satu cerita lucu ini kepada teman-teman dan instruktur di kelas. Mereka tertawa, dan saya pun tertawa. Tidak lagi takut ditertawakan, karena mereka bukan menertawakan diri saya, mereka mentertawakan cerita lucu saya. Bahkan si instruktur mengatakan dengan sungguh-sungguh: you moved me. Buang pikiran negatif, percaya pada orang lain bahwa mereka menginginkan kita sukses, bukan menginginkan kita jatuh. Bagaimana jika memang faktanya begitu?
Yah, harus diakui di dunia ini memang ada orang yang hobinya ngenyek. Tapi ingat, tidak semua orang seperti itu. Asumsikan pertama, dan percaya bahwa mereka orang baik yang ingin saya sukses. Jika di tengah jalan memang ditemukan ada gejala, orang yang tidak menghormati, bahkan mengacau, silahkan untuk tidak memikirkan dia. Akan lebih baik kalau punya power untuk membawa dia masuk ke dalam diskusi, tapi jika tidak, ya move on. Percayalah bahwa yg lain masih mau mendengarkan.
Akhirnya, poin penting yang saya dapatkan dari kursus ini: ubah cara pandang terhadap diri saya, ekspektasi pada diri saya, dan bagaimana saya memandang orang lain, ekspektasi saya terhadap penilaian rang lain. Think more positive: trust people. They want you to be succeed. They will always appreciate what you have done.
Dan yang paling akhir lagi, jangan berhenti sampai di kursus. Kursus ini untuk membuka jalan, tapi latihan teratur akan mengantar Anda menuju sukses. Jadi, supaya progresnya naik terus, tentukan gol-gol kecil yang masuk akal. Tuliskan supaya tidak lupa. Saya tulis gol sederhana: Mulai sekarang, saya akan tidak ragu angkat tangan, mengajukan pertanyaan.
Kok, saya mau repot-repot ikut kursus beginian? Kan bisa cari di internet, kenapa harus menyediakan waktu 3 jam setiap senin selama satu bulan, ditambah PR untuk mempersiapkan presentasi di setiap pertemuan. Di tengah berbagai kesibukan, saya tetap datang karena: Saya takut ketemu orang, maka saya harus ketemu orang. Saya takut bicara di antara banyak orang, maka saya harus bicara di antara banyak orang. Saya nggak pede bicara dalam bahasa Inggris, maka saya harus temukan kelompok berbahasa Inggris. Ibaratnya Anda nggak berani makan cabe, maka belilah cabe dan makanlah, jika itu memang diperlukan untuk kelanjutan hidup. Waduh, kok saya seperti pemberani gitu ya, suka menantang? Enggak, itu cuma teorinya. Dalam prakteknya saya gagap. Bahkan bicara dalam bahasa sendiri pun masih gagap.
Dan setelah mulai ikut kursusnya... bener nggak nyesel datang ke sana. Saya tertolong untuk lebih melihat penyebab menyadari bahwa semua ketakutan itu. Kami bukan hanya membahas teknik presentasi melainkan pada penyebab ketakutan berbicara. Saya kutip mantra dari buku catatan:
Speech anxiety is a form of social anxiety, and the fear of being judged negatively by others is the core of the anxiety (Rigmor MogÄrd).Saya memang takut melakukan kesalahan. Karena, kalau melakukan kesalahan maka saya akan nampak bodoh. Kalau saya bodoh, tidak ada hal baik bisa saya sampaikan. Jika tidak ada hal yang menarik yang saya sampaikan, maka orang akan bosan mendengarkan saya. Lha terus ngapain presentasi? Tidak ada yang mendengarkan, tidak perlu presentasi. Di situlah saya gagal presentasi, bubar jalan. Kalau mengingat itu, semakin diingat semakin grogi dan akhirnya terjadilah yang saya rencanakan, yaitu agar orang tidak mendengarkan presentasi saya.
Ketika seseorang grogi, atau takut, jantung berdetak lebih cepat menyebabkan tekanan darah naik dan kulit berkeringat. Lalu ujung tangan dan kaki menjadi dingin, dan kita pun menyadari bahwa otot-otot lebih sulit dikendalikan. Berdiri mulai tidak tegap, otot lidah juga kelu. Ini adalah grogi level tinggi. Saya nggak sanggup menghadapi situasi seperti itu. Dan ini benar-benar pernah terjadi 2 tahun yang lalu ketika saya presentasi di kelas pedagogi. Siangnya, keluar dari kampus saya nggak bisa jalan ke halte bus. Duduk di rerumputan, saya pun menangis sendirian. Merasa gagal total, Ngapain aku di sini? Mau pamer kebodohan.
Pengalaman-pengalaman buruk seperti ini terkumpul selama hidup saya, dan membuat saya tidak ingin lagi bicara di hadapan orang banyak. Tapi kalau tidak bicara bagaimana? Sejak kecil cita-cita saya kepingin jadi guru. Lha berarti harus bisa bicara di depan kelas dong? Selama ini merasa sukses jadi guru les privat, jadi tidak ingin bergerak dari zona nyaman.
Eh, bukan berarti semua orang harus mahir bicara di depan orang banyak ya. Saya melakukannya karena ya memang butuh buat ngajar. Masa guru nggak berani ngomong? Jika memang itu diperlukan untuk kelanjutan hidup, ya marilah diperjuangkan. Bukan lagi menghindarinya karena ternyata itu akan semakin parah. Ibaratnya Anda grogi naik sepeda, semakin menghindar ya semakin tidak lancar bersepeda.
Salah satu solusi yang ditawarkan dalam kursus ini adalah dengan mengekspos diri kita pada ketakutan itu, secara bertahap. Buat daftar kesulitan atau ketakutan yang menghalangi Anda dari bicara di depan umum, lalu silahkan masuk ke dalam gelanggang. Pertama kita perlu diperhadapkan pada situasi yang paling sesuai dengan level ketegangan kita. Jangan langsung presentasi di hadapan menteri, misalnya begitu. Sama teman-teman sendiri dululah.
Kami diberi skala 0-10 untuk ketegangan, dan disuruh praktek presentasi sederhana selama 5 menit. Setelah itu kita kira-kira sendiri berapa level ketegangan pada saat presentasi. Pengertian skala: 0 berarti tidak tegang sama sekali, Anda sedang tidur. Dan 10 jika Anda sangat takut sampai pingsan. Beberapa teknik untuk mengurangi ketegangan adalah: ambil nafas dan keluarkan dengan rileks. Buang semua pikiran negatif, ganti dengan yang positif. Yakinkan diri bahwa orang yang ada di sana ingin mendengarkan Anda bicara.
Kalau saya sih paling takut dinilai. Apalagi kalau audiencenya adalah orang-orang yang saya anggap lebih tahu hal itu, semakinlah saya menetapkan standar yang tinggi untuk diri sendiri. Saya sudah siapkan bahan yang paling saya kuasai. Tapi begitu berdiri di hadapan mereka, sim salabim, semuanya hilang! Akhirnya saya cuma bisa baca yang ada di slide, itu pun terbata-bata. Lebih dari itu, tidak bisa lagi. Bahkan saya lupa kalimat penyambung dari lembar yang satu ke lembar berikutnya. Saya laporkan, level ketegangan saya sekitar 8. Teman-teman memberi apresiasi yang baik. Semua orang sedang belajar, dan orang belajar boleh melakukan kesalahan.
Dari cerita-cerita sebelumnya, tentang betapa sulitnya saya belajar Bahasa Inggris misalnya, terutama karena tidak berani praktek, karena takut keliru. Tapi karena dipaksa oleh keadaanlah maka saya akhirnya bisa belajar dengan efekif. Setelah 6 bulan tinggal di negara asing, saya memberanikan diri untuk mulai bicara. Memang banyak yang salah, tapi biarlah semua itu sudah berlalu dan sekarang menjadi koleksi cerita lucu.
Pada pertemuan terakhir kursus, saya sampaikan salah satu cerita lucu ini kepada teman-teman dan instruktur di kelas. Mereka tertawa, dan saya pun tertawa. Tidak lagi takut ditertawakan, karena mereka bukan menertawakan diri saya, mereka mentertawakan cerita lucu saya. Bahkan si instruktur mengatakan dengan sungguh-sungguh: you moved me. Buang pikiran negatif, percaya pada orang lain bahwa mereka menginginkan kita sukses, bukan menginginkan kita jatuh. Bagaimana jika memang faktanya begitu?
Yah, harus diakui di dunia ini memang ada orang yang hobinya ngenyek. Tapi ingat, tidak semua orang seperti itu. Asumsikan pertama, dan percaya bahwa mereka orang baik yang ingin saya sukses. Jika di tengah jalan memang ditemukan ada gejala, orang yang tidak menghormati, bahkan mengacau, silahkan untuk tidak memikirkan dia. Akan lebih baik kalau punya power untuk membawa dia masuk ke dalam diskusi, tapi jika tidak, ya move on. Percayalah bahwa yg lain masih mau mendengarkan.
Akhirnya, poin penting yang saya dapatkan dari kursus ini: ubah cara pandang terhadap diri saya, ekspektasi pada diri saya, dan bagaimana saya memandang orang lain, ekspektasi saya terhadap penilaian rang lain. Think more positive: trust people. They want you to be succeed. They will always appreciate what you have done.
Dan yang paling akhir lagi, jangan berhenti sampai di kursus. Kursus ini untuk membuka jalan, tapi latihan teratur akan mengantar Anda menuju sukses. Jadi, supaya progresnya naik terus, tentukan gol-gol kecil yang masuk akal. Tuliskan supaya tidak lupa. Saya tulis gol sederhana: Mulai sekarang, saya akan tidak ragu angkat tangan, mengajukan pertanyaan.
No comments:
Post a Comment