07 January 2016

Salt, sugar and flour

Mengingat kembali kisah lama. Ini kejadiannya 5,5 tahun yang lalu, momen awal settle down di Trondheim. Sebelumnya tidak pernah ke luar negeri dan tidak pernah dalam situasi harus berbahasa Inggris. Jadi sama sekali enggak gampang untuk merasa betah tinggal di sini. Nggak kebayang gimana harus tinggal di sini selama 4 tahun.

Setelah semingguan menahan diri, akhirnya jadi juga pergi belanja ke toko. Wong tinggal bawa barang ke kasir, kasih duit, terima kembalian, beres. Keciiiil. Paling banter bilang thank you. Percobaan pertama, beli gula pasir. Soalnya nggak bisa minum teh kalau nggak ada gula. Gula kan sugar to? Gampaaang. Tapi kok ya tidak berhasil ya? Hehe... setelah muter-muter toko, dari rak-ke-rak, enggak ada tuh keliatan gula pasir. Nggak ada juga bungkusan yang namanya sugar. Pulang deh :P

Percobaan ke dua, rada cerdas dikit. Saya bawa catatan berisi 2 kata: sugar, sukker. Barangkali aja namanya memang harus dalam bahasa lokal. Nah bener, ketemulah sukker itu, yey! Ini lho yang saya beli itu: gambar 1. lihat deh di bagian kiri atas ada namanya Dan sukker. Bener kan ya? ENGGAK. Karena ternyata ini adalah gula tepung. Dikasih ke dalam cangkir, cuma mengambang di permukaan. Tehnya jadi aneh, kopinya jadi aneh, hiiii nggak enak! Eh tapi nggak pa-pa, yang penting manis :) Menghibur diri.

Percobaan ke tiga, beli garam. Garam itu kan salt ya? Ternyata di Bahasa Norwegia juga salt. Sama, gampaaang. Maka dicarilah yang namanya salt dari rak-ke-rak. Terus saya ketemu ini: lihat gambar 2. Garam cap menjagan, dan menjangan ada tanduknya, makanya namanya horn salt. Yey! Dapat garam dalam satu kali percobaan, luar biasa, bisa masak! ENGGAK. Sampai di rumah, baru tahu teksturnya beda dengan garam yang saya kenal. Saya cicipi sedikit, huek!! Rasanya bukan asin, tapi aneh seperti meledak di lidah saya. Coba tanya pak Google lagi, ealah, ternyata hornsalt adalah sejnis pengembang kue. Oops.

Oke deh, kayaknya malah klop ya, udah punya gula halus, punya pengembang adonan, tinggal cari tepung, bikin kue! Nah tanya lagi sama pak Google, apa itu tepung? Jawabnya: mel. Kalau nggak percaya coba aja di komputer masing-masing. Saya pergi bawa catatan, cari benda yang namanya mel. Lalu ketemulah saya sama bungkusan ini: lihat gambar 3. Apa ini tepung seperti yang saya harapkan? BUKAN. Ini sih sejenis havermut gitu. Ya udahlah, udah terlanjur dibeli. Boleh juga bikin kue pakai ini.

Barang yang terbeli memang tidak terbuang, tapi betapa saya sudah membuang waktu untuk hal sesederhana ini. Saya benar-benar tidak ingin memulai percakapan dengan orang sedikitpun. Misal nih ya, saya tunjukkan catatan saya, terus, gimana kalau orang itu tanya-tanya, atau ngajak ngomong? Kan saya nggak bisa jawab? Nah, bingung kan? Makanya, dari dulu sih kalau disuruh belajar jawabannya selalu:  Kenapa belajar Bahasa Inggris?

Ah, nasi sudah menjadi bubur. Dan sekarang punya kenangan makan bubur :)
Ada cerita lain dari teman saya, sesama rantau yang tidak bisa berbahasa Inggris. Kejadiannya juga di toko yang sama. Ditulis di halaman berikutnya aja yah biar nggak kepanjangan di sini.





No comments:

Post a Comment